Bismillahirrahmanirrahim
Kebahagiaan Hanya Pada Agama Islam yang Sempurna  
 
  Beranda Depan 09/13/2024 4:01am (UTC)
   
 

Beribadah (termasuk bekerja) dengan semata-mata (tujuannya) karena Allah, adalah WAJIB.

Lalu,

dengan cara apa kita menjelaskan fenomena kerja yang kita lakoni sehari-hari, bukankah pada kerja-kerja tersebut kita mengharapkan suatu imbalan atau tujuan lain, misalnya jabatan, uang, promosi, popularitas, dan sebagainya,

dengan cara apa kita menjelaskan fenomena motivasi kerja, dimana, bukankah stimulus dalam bentuk apresiasi positip mampu mempengaruhi kadar motivasi kita di kerja berikutnya, dengan cara apa kita menjelaskan target-target kerja (proyek) kita, dimana sangat jarang sekali di dokumen target kerja (proyek) kita tersebut ada tertera tujuan Allah sebagai capaiannya, dengan cara apa kita menjelaskan visi dan misi organisasi, dimana hanya sesekali organisasi mau memilih dan/atau menulis bahwa visi dan misi nya adalah Allah azza wa jalla, 

Lalu,

haruskah kita berkata bahwa itu bukan urusan (wilayah) agama (Islam). Itu diatur oleh mekanismenya sendiri sementara agama mengatur wilayah yang lainnya (?).  Tetapi, 

Bukankah Allah menyatakan bahwa tujuan kita diciptakan-NYA adalah dalam rangka ibadah. Artinya, apapun yang kita lakukan di dunia adalah ibadah, dan ibadah yang diterima-NYA adalah ibadah yang  berdasarkan aturan main-NYA dan tentu saja harus karena-NYA. 

Dan,  

Menjadi berdosakah kita ketika kita bekerja dengan tidak mencantumkan Allah sebagai tujuan, atau tatkala tidak menjadikan ridha Allah sebagai satu-satunya imbalan atau dorongan. Apakah imbalan, uang, promosi, jabatan, apresiasi dan seterusnya tersebut pertanda bahwa kita bekerja bukan karena ridha Allah ? Dengan cara apa kita menjelaskan fenomena ini ? 

Pada umumnya kalangan sekuler dan liberal gagal menjelaskan fenomena ini, lalu mereka berpendirian bahwa agama harus disisihkan (dibuang ?) dari sejumlah aktivitas kehidupan. Sehingga (menurut mereka), tidak ada agama pada Sistem Pendidikan, tidak ada agama pada Kebudayaan dan Seni, tidak ada agama pada Ideologi, tidak ada agama pada Politik dan Kenegaraan, tidak ada agama pada Ekonomi, tidak ada agama pada … dan seterusnya.

Sebagai ‘aliran’ pemahaman yang ‘mengekor’ dari pemikiran para orientalis (yaitu kelompok pengkaji dengan kecendrungan ‘anti’ Islam), selalu ada dudukan ‘nyaman’ yang mereka manfaatkan untuk mem-perisai-i prinsip seperti ini. 

Sementara, sebagian kalangan ‘penikmat’ spritual, sufi, tarekat, puritan, salaf-tekstual dan semacamnya, pun kadang-kadang gagal juga dalam memahami fenomena ini. Lalu mereka lari ‘tunggang-langgang’ meninggalkan dunia dengan segala corak riuh kehidupannya, lalu menghayati ikhlas dengan prinsip ‘seakan-akan’ anti-dunia, dan anti kehidupan.

Kaffah,

artinya keseluruhan, totalitas.

Jangan sempat kita meninggalkan satu amalan tatkala hendak melaksanakan satu amalan lain, karena nanti jadinya tidak kaffah.

Contoh :

Ketika Allah memerintahkan kerja di satu sisi dan ikhlas di sisi lain, maka kewajiban kita adalah melaksanakan kedua-duanya. Baik kerja maupun keikhlasan, tidak mungkin saling meniadakan satu sama lain.

Ketika Allah meminta kita beribadah dan juga menginginkan kita menjadi khalifah, maka kewajiban itu artinya pun kedua-duanya. Tidak mungkin kita sibuk ‘beribadah’  terus-menerus (dalam pengertian khusus-nya) di satu sisi, lalu meninggalkan fungsi ke-khalifah-an di dunia (ibadah dalam pengertian luas-nya), di sisi lain, dan sebaliknya 


 

Ketika Allah menginginkan kita berperan di dunia, lalu akhirat sebagai targetnya, artinya tentu antara dunia dan akhirat saling berkaitan. Dunia adalah media konkritnya sedangkan akhirat merupakan inspirasinya. Artinya, di lini mana pun di dunia ini, peran agama harus difungsikan. 

Apa pun yang kita miliki di dunia, harus kita khidmatkan dalam rangka mencapai ridha Allah. Kita memiliki intelektual, kekuatan, popularitas, kekuasaan, kekayaan dan sebagainya di kehidupan dunia ini, semuanya adalah dalam rangka cinta kita pada-NYA. Cinta itu harus kita nyatakan dalam kerja yang nyata yang selalu (dan tidak malu-malu) meng-atas-namakan DIA, di hati, di ucapan dan di perbuatan.  

Konkrit-nya komitmen kita terhadap setiap aktivitas yang secara langsung menjaga ‘izzah’ (kemuliaan) dien-NYA, adalah suatu ukuran terhadap ‘bersih-tidaknya’ niat kerja-kerja dunia kita.  

Untuk itulah kita bekerja. Untuk ikhlas.

Untuk Allah semata.  

Sementara, dunia dan segala isinya, adalah perantaranya, saja. 

 

Demikian ikhlas
 
  Menu
 
 
 
 
 
 
 
 

powered by bee_enterprise
  Hanung's Profile
Hanung Anggo Yudanto
HP : 0852 2916 6665, 0813 2874 8511, 0857 2531 6665

Keluarga :
- Luthfi Nur Hidayah (isteri)
- Muhammad Ahda Sabila (putera 1)
- Athif Muhammad Zubair (putera 2)

Office :
ISY KARIMA CENTER
Jl Ahmad Yani 372F Pabelan Surakarta 0271-711999
www.isy-karima.com
www.afaqcomm.com
  Link
www.isy-karima.com
www.afaqcomm.com
www.keberkahanfinansial.com
www.motivasi-islami.com
Sahabat yang telah silaturrahmi : 14 visitors (18 hits) on this page!
Alhamdulillahirabbil'alamin This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free